Tuesday, September 7, 2010

Tradisi Lebaran di Kalipancer


Sungguh setiap desa atau daerah biasa mempunyai tradisi yang di bangun secara turun menurun, seperti halnya tradisi masyarakat kalipancer dalam menrayakan Idul Fitri mestinya agak berbeda dengan tradisi-tradisi yang ada di daerah lain, apalagi bila di samakan dengan tradisi-tradisi daerah sedunia jelas akan nampak sekali perbedaannya.
Di daerah kalipancer masyarakat setelah melaksanakan sholat ied berjamaah di masjid biasa saling silaturahmi, masing-masing yang merasa masih muda akan berjalan mengelilingi kampung mamasuki semua rumah yang ada penghuninya, untuk berkunjung dan meminta maaf satu persatu dengaan sohibul bait. aktifitas ini dilakukan dengan ikhlas dan hati senang walau terasa capek, karena sekampungan harus di kunjungi satu persatu.
Orang tua wajib di kunjungi karena dianggap sebagai pepunden, untuk itu walau tidak pernah berbuat salah dengan mereka tetap di kunjungi kerumahnya untuk meminta maaf, prinsipnya adalah mumpung mereka belum meninggal dunia.
Lafal yang di ucapkan untuk meminta maaf kepada para sesepuh adalah lafal yang telah di gubah oleh nenek moyang yang di lestarikan secara turun menurun. Adapun kalimat yang biasa mereka ganakan adalah berbunyi :
"mboten njawi ngaturaken kalepatan kawulo sedoyo kalepatan nyuwun agunging pangapunten" kemudian orang tua biasa menjawab dengan kalimat " yo podo-podo doso kulo doso sampen kulo wong tuwo sadermo nekseni guti aloh seng awek pangapuro". nak-anak dalam meminta maaf masih menggunakan tradisi kuno yaitu dengan cara sungkem di pangkuan orang tua yang di mintai maaf tersebut.
Trdisi yang lain yaitu pada saat bulan puasa hingga menjelang malam hari raya anak-anak serta remaja gemar bermain long bumbung, yaitu semacam meriam imitasi yang di buat dari bambu wulung atau bambu petung. long bumbung ini kalo dinyalakan suaranya menggelegar sepeti meriam, cara membunyikannya yaitu dengan miyak tanah atau bisa juga dengan karbit. long bumbung di kalipancer sangat ngetrend walau ini merupakan tradisi jaman bahulak, buktinya hingga sekarang anak-anak masih semangat bermain long bumbung, bahkan pada puncaknya yaitu malam hari raya sering mengadakan pesta long bumbung yang di kenal dengan ungkrusan long bumbung, yaitu kompetisi antara dua kelompok atau lebih untuk rame-ramean dan tahan-tahanan menyalakan long bumbung.
Ini adalah merupakan tradisi unik yang perlu di lestarikan, jangan sampai tradisi ini di ganti dengan tradisi barat yang tidak sesuai dengan norma, seperti merayakan lebaran dengan miras dan narkoba, untuk itu long bumbung adalah merupakan budaya kreatif lama yang perlu di lestarikan sebagai penagkal budaya - budaya negatif yang sekarang ini mulai mempengaruhi pola hidup remaja modern.

1 comment:

  1. Membaca tulisan ini saya jadi ingat main meriam bambu ketika kecil dulu, yang hampir saja melukai orang yang sedang bersepeda.

    Waktu itu kami bermain di sebrang jalan. Pada lubang depannya itu kami tutup dengan kaleng sardines. Begitu kita nyalakan, doorrr..., kaleng sardines itu meluncur 50 hingga 100 meter.

    Suara yang berdentum keras serta meluncurnya kaleng bak roket, membuat kami bergembira ria. Tapi sayang itu harus kami akhiri. Ketika kaleng sardines hampirsaja menghantam kepala orang yang sedang bersepeda.

    Orang itu dengan kagetnya turun dari sepeda, mukanya seram, dengan sadis memandang kami. Karena takut, kami pun lari, kabur sendiri-sendiri.

    ReplyDelete